MENGENAL SYEHK ZAINUDDIN TEPAL,ULAMA
BESAR SUMBAWA DIPERANTAUAN
Syekh
Zainuddin Tepal merupakan seorang ulama besar Sumbawa yang berasal dari Desa
Tepal, Kecamatan Batu Lanteh.
Tanggal kelahiran ulama ini tidak diketahui
dengan pasti, tapi kira-kira tahun 1810-an, berdasarkan perkiraan yang di buat
oleh Wan Mohammmad Shaghir Abdullah, seorang penulis berkebangsaan Malaysia
yang banyak menulis tentang Syekh Zainuddin Tepal. Ulama ini tidak begitu
terkenal di kalangan masyarakat Sumbawa pada umumnya, namun di kalangan ulama
Indonesia, dan dunia internasional terutama Malaysia, Brunei, Timur Tengah, dan
khususnya masyarakat Tepal.
Syekh
Zainuddin memiliki tempat tersendiri. Di luar Sumbawa, Syekh Zainuddin Tepal
dikenal dengan nama Syekh Zainuddin at-Tepali atau Syekh Muhammad Zainuddin bin
Muhammad Badawi as-Sumbawi atau disingkat dengan Syekh Zainuddin as-Sumbawi.
Dari beberapa narasumber, diketahui bahwa semasa kecilnya, Syekh Zainuddin
Tepal merupakan anak yang nakal dan bengal, bahkan saking nakalnya, Syekh
Zainuddin kecil seringkali merepotkan orang tuanya, bahkan pernah di usir dari
rumah. Namun demikian, sebagai seorang calon ulama besar, sejak masih anak-anak
Syekh Zainuddin sudah memperlihatkan karomahnya.
Seringkali
tetangganya di kampung melihat Syekh Zainuddin kecil tidur sambil melayang
dibawah kolong rumahnya (anok bongan), atau sambil tertidur tubuhnya melayang
di atas sungai.
Keberangkatan
Syekh Zainuddin Tepal ke Mekkah tidak lepas dari peran Sultan Muhammad
Amarullah. Selain dikirim untuk berguru Syekh Zainuddin Tepal juga menjadi
utusan resmi Kesultanan Sumbawa kepada Kerajaan Arab Saudi. Dalam perjalanan
menuju Mekkah.
Ada
cerita menarik yang terjadi antara Syekh Zainuddin dan kakaknya yang sama-sama
di kirim oleh Sultan Amarullah. Entah kenapa seperti mendapatkan wangsit Syekh
Zainuddin tiba-tiba menghentikan perjalanannya di Pulau Lombok, dan meminta
kepada kakaknya untuk tidak ikut berlayar bersamanya ke Mekkah karena ada tugas
yang lebih penting yang menanti di pulau itu. Syekh Zainuddin Tepal juga
mengatakan bila kelak kakaknya akan menjadi seorang ulama besar yang akan
menjadi panutan masyarakat Lombok.
Kakaknya yang bijaksana dapat memahami apa
yang disampaikan oleh Syekh Zainuddin Tepal dan mempersilahkan adiknya untuk
berlayar menuju Mekkah bersama dengan beberapa orang joa perjaka.
Selama
di Mekkah, beliau hanya 1 (satu) kali pulang ke kampung halamannya di Desa
Tepal. Moment kepulangannya ini dimanfaatkan oleh Syekh Zainuddin untuk
menyerahkan sebuah Al Qur’an tulis tangan kepada Sultan Muhammad Amarullah.
Sedangkan di desanya, menurut cerita yang terdapat dalam ”buk”, Syekh Zainuddin
Tepal merubah nama desanya dari nama sebelumnya yaitu Kepal menjadi Tepal.
Menurut cerita yang berkembang di Tepal, sebenarnya Syekh Zainuddin pernah
pulang untuk kedua kalinya, tapi entah kenapa terhenti ditengah jalan, lalu
kembali lagi ke Mekkah.
Di
Mekkah Syekh Zainuddin Tepal berguru kepada Syekh Nawawi al-Bantani
(1230H/1814M–1312H/1897M) khusus tentang Hadis Muslim, sedangkan menyangkut
Hadis Bukhari berguru kepada Syekh Abdul Karim as-Sambasi. Selain ilmu hadis,
Syekh Zainuddin Tepal juga mempelajari tarekat, yaitu Tarekat Syathariyah
kepada Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani, dan Tarekat
Khalwatiyah-Sammaniyah kepada ulama besar Sumbawa lainnya, yaitu Syekh Muhammad
Ali bin Abdur Rasyid bin Abdullah Qadhi as-Sumbawi. Selain belajar di Mekkah,
Syekh Zainuddin Tepal juga berguru ke negeri Syam (Syiria) untuk belajar
Tarekat Qadiriyah kepada Syekh Muhammad Mukrim sehingga mencapai tingkatan
tertinggi yaitu khalifah. Keterangan tentang hal ini terdapat dalam penjelasan
salah seorang muridnya, yaitu Syekh Muhammad Azhari al-Falimbani yang menulis ;
“…..Syaikhuna
al-‘Alim al-‘Allamah al-Khalifah at-Tarekah al-Qadiriyah asy-Syeikh Muhammad
Zainuddin as-Sumbawi, ia mengambil daripada syekhnya as-Sayyid Muhammad Mukrim,
Mufti negeri Hamad benua Syam. Yang ia mengambil daripada Masyaikh-Masyaikhi
ilan Nabi s.a.w yang muttasil hingga sekarang ini. Dan jika hendak mengetahui silsilah
tarekat ini lihat di dalam Tuhfatil Qudsiyah bagi Syaikhunal mazkur asy-Syeikh
Muhammad Zainuddin…..”
Sedangkan
informasi lainnya tentang Syekh Zainuddin Tepal terdapat dari penjelasan Syekh
Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani, yang menulis ;
“Dan mengkhabarkan kepada hamba oleh al-alim Tuan Zainuddin Sumbawa Rahimahullah ta’ala bahawasanya mengenai akan dia oleh penyakit karang, maka minum ia akan air rebusan kayu sepang dan kayu kendarang, mengekali ia atasnya beberapa bulan, maka sembuh ia dan hilang daripadanya penyakit itu semua sekali.”
“Dan mengkhabarkan kepada hamba oleh al-alim Tuan Zainuddin Sumbawa Rahimahullah ta’ala bahawasanya mengenai akan dia oleh penyakit karang, maka minum ia akan air rebusan kayu sepang dan kayu kendarang, mengekali ia atasnya beberapa bulan, maka sembuh ia dan hilang daripadanya penyakit itu semua sekali.”
Ketika berguru di Mekkah, Syekh Zainuddin Tepal satu angkatan dengan Syekh
Abdul Ghani bin Subuh bin Ismail al-Bimawi yang berasal dari Bima dan ulama
Sumbawa lainnya yaitu Syekh Umar bin Abdur Rasyid as-Sumbawi. Perjalanan beliau
selama bertahun-tahun untuk berguru baik di Mekkah maupun di Syria, telah
menjadikan Syekh Zainuddin Tepal sebagai seorang sufi sekaligus ahli hadis
terkemuka, sehingga sepulangnya dari negeri Syam (Syria), Syekh Zainuddin Tepal
membuka pengajaran Agama Islam di perumahan khusus yang dimiliki oleh
Kesultanan Sumbawa di Masjidil Haram. Pada awalnya, pondok sederhana Syekh
Zainuddin Tepal hanya memiliki sedikit murid, tapi lambat laun semakin
berkembang dan tersiar luas, sehingga banyak diantara penduduk Mekkah dan para
ulama dari berbagai daerah di Indonesia yang kemudian berguru kepadanya.
Beberapa diantara murid-muridnya yang terkenal diantaranya :
1. Syekh Mukhtar bin ‘Atarid Bogor
(1278H/1860M – 1349H/1930M),
2. Syekh Muhammad Azhari al-Falimbani,
3. Kyai Muhammad Khalil bin Abdul Lathif al-Manduri/Syaikhona Kholil Bangkalan,
4. Syekh Usman Abdul Wahab as-Sarawaki
5. Syekh Ali bin Abdullah al-Banjari,
6. Syekh Khalid bin Utsman al-Makhla az-Zubaidi,
7. TGH Zainuddin Abdul Majid, Lombok,
8. Syekh Abdul Hamid Kudus,
9. Syekh Mahfuz bin Abdullah at-Tarmisi (Termas, Jawa), (1285 H/1868 M – 1385 H/1965)
10. Dll.
2. Syekh Muhammad Azhari al-Falimbani,
3. Kyai Muhammad Khalil bin Abdul Lathif al-Manduri/Syaikhona Kholil Bangkalan,
4. Syekh Usman Abdul Wahab as-Sarawaki
5. Syekh Ali bin Abdullah al-Banjari,
6. Syekh Khalid bin Utsman al-Makhla az-Zubaidi,
7. TGH Zainuddin Abdul Majid, Lombok,
8. Syekh Abdul Hamid Kudus,
9. Syekh Mahfuz bin Abdullah at-Tarmisi (Termas, Jawa), (1285 H/1868 M – 1385 H/1965)
10. Dll.
Murid-murid
Syekh Zainuddin Tepal bukanlah sembarang ulama, tapi rata-rata para ulama yang
telah memiliki nama besar. Bagi kalangan Nahdliyin Nu dan khususnya masyarakat
Madura tidak ada satupun yang tidak mengenal Syaikhona Muhammad Kholil bin
Abdul Latif Bangkalan, seorang ulama kharismatik yang telah berjasa besar dalam
pengembangan Islam di Madura bahkan Indonesia, juga TGH Zainuddin Zainul Majdi,
yang di anggap sebagai ikon ulama Lombok. Nama depan TGH Zainuddin Abdul Majid
di ambil dari nama depan Syekh Zainuddin Tepal.
Semasa hidupnya, Syekh Zainuddin Tepal diketahui mengarang 4 (empat) buah kitab, yaitu :
Semasa hidupnya, Syekh Zainuddin Tepal diketahui mengarang 4 (empat) buah kitab, yaitu :
1. Sirajul Huda ila Bayani ‘Aqaidit
Taqwa, yang diterjemahkan kedalam bahasa Melayu oleh Syekh Zainuddin Pusu
sendiri dengan judul Pelita Petunjuk Kepada Menyatakan Segala Simpulan Segala
Ahli Takwa. Kitab ini telah beberapa kali dicetak ulang, dan saat ini masih
beredar di pasaran. Dalam kitab ini tidak tertera penerbit maupun tahun
penerbitan,
2. Minhajus Salam fi Tafsil ma
yata’allaqu bil Iman wal Islam, yaitu kitab yang berisi tentang ilmu fiqh.
Kitab ini juga telah beberapa kali di cetak ulang, namun saat ini sudah tidak
beredar lagi di pasaran,
3. Waraqatun Qalilatun fi Manasikil
Hajji wal ‘Umrah ‘ala Mazhab al-Imam asy-Syafie. Tidak ditemukan tahun
penulisan. Kitab ini diterbitkan oleh Majmuk Kaifiyat Khatam al-Quran dan
dinyatakan sebagai karya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, padahal merupakan
karya Syekh Zainuddin Pusu. Kitab ini tersebar di Timur Tengah dan
negara-negara melayu.
4. Tuhfatul Qudsiyah. Keberadaan kitab
ini terdapat dalam penjelasan Syekh Muhammad Azhari al-Falimbani di dalam
bukunya Badi’uz Zaman.
Karya
terbesar Syekh Zainuddin Tepal adalah Sirajul Huda, sebuah kitab yang mengupas
tentang dasar-dasar ilmu tauhid. Kitab ini sangat terkenal di kalangan ulama
Melayu, dan dijadikan sebagai bacaan wajib bagi semua pondok pesantren yang ada
di wilayah itu. Dalam tulisan Wan Mohammmad Shaghir Abdullah dijelaskan bahwa
menurut tradisi pengajian pondok di Melayu, terdapat urutan kitab yang harus
dipelajari, diawali dengan Faridatul Faraid, setelah itu Sirajul Huda lalu
dilanjutkan dengan Ad-Durruts Tsamin. Setelah menguasai ketiga kitab ini yang
merupakan Ahlus Sunah wal Jamaah Syekh Abu Mansur al-Maturidi telah tertanam
dengan kuat, barulah memasuki kitab-kitab akidah yang lebih berat seperti
ad-Durun Nafis karya Syekh Muhammad Nafis al-Banjari dan lain-lain.
Pertama
“Alhamdulillah”, sebagaimana yang kita petik dari kitab Sirajul Huda karya
Syeikh Muhammad Zainuddin as-Sambawi. Alhamdu … puji ini ada empat bagian puji.
Yang kita selalu katakan “Alhamdulillah”, “Alhamdu” ini ada empat jenis puji.
Menurut kitab Sirajul Huda: “Alhamdu itu puji dengan kata pada perbuatan yang
elok yang dibangsakan untuk ikhtiar, maka yaitu empat bagian.
1.
Pujian Allah SWT kepada diriNya
sendiri
2.
Pujian Allah kepaka makhluk
3.
Pujian makhluk kepada Allah SWT
4.
Pujian makhluk kepada sama-sama
makhluk.
Selain
sebagai sufi, Syekh Zainuddin Tepal ternyata juga merupakan seorang penyair
Islam. Dalam kitab Sirajul Huda terdapat puisi yang sangat menarik yang
menceritakan tentang mukjizat Nabi Muhammad S.A.W ketika menghidupkan ayah dan
ibunya. Berikut petikannya :
Maka dihidupkan ayah dan bondanya
Supaya dengan dia percaya keduanya
Maka terima olehmu jangan ingkarnya
Kerana yang demikian itu kuasanya
Telah datang hadis dalil atasnya
riwayat orang pendita rijalnya
Barang siapa berkata dengan daifnya
Maka ialah daif,
tidak hakikatnya
Supaya dengan dia percaya keduanya
Maka terima olehmu jangan ingkarnya
Kerana yang demikian itu kuasanya
Telah datang hadis dalil atasnya
riwayat orang pendita rijalnya
Barang siapa berkata dengan daifnya
Maka ialah daif,
tidak hakikatnya
Syekh
Zainuddin Tepal wafat pada bulan Zulqaedah 1312 Hijrah/1895 M, dan sebagai
bentuk penghargaan kepada beliau, di desa Tepal telah didirikan sebuah MTs dan
SMA yang menggunakan nama beliau. (HMB)
(
Referensi tentang ulama Sumbawa seperti Syekh Zainuddin Pusu, Syekh Muhammad
Ali bin Abdur Rasyid bin Abdullah al-Qadhi al-Jawi as-Sumbawi, Syekh Umar bin
Abdur Rasyid as-Sumbawi dan Syekh Idris bin Utsman as-Sumbawi berdasarkan tulisan yang dibuat oleh Wan Mohd Shaghir Abdullah,
seorang penulis berkebangsaan Malaysia.)
perlu dioreksi dan dilihat kembali sejarahnya, nawawi al-bantani itu muridnya, bukan dia berguru padanya.
BalasHapusSiapp Siapp... Akan dievaluasi
Hapusperlu dioreksi dan dilihat kembali sejarahnya, nawawi al-bantani itu muridnya, bukan dia berguru padanya.
BalasHapusTerimakasih Tambahan Reteraturnya.... Semoga kita semua Selamat Dunia Akherat
BalasHapus